Penyebaran Diare Meningkat di Bengkulu, Pemerintah Didorong Perkuat Sanitasi
Bengkulu, Mediasinardunia.com – Lonjakan kasus diare di Provinsi Bengkulu memunculkan kekhawatiran di kalangan otoritas kesehatan. Hingga April 2025, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bengkulu mencatat sebanyak 2.838 kasus diare yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Angka ini menjadi sinyal darurat akan pentingnya kebersihan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih di masyarakat.
“Ini sudah cukup mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu empat bulan, hampir tiga ribu kasus tercatat dari laporan surveilans Puskesmas di seluruh daerah,” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Bengkulu, Ruslian, S.KM, M.Si.
Data tersebut diperoleh dari laporan rutin tenaga surveilans yang tersebar di 10 kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu. Mereka mencatat setiap laporan penderita yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, seperti Puskesmas maupun klinik rujukan.
“Kami terus memantau. Setiap pekan kami menerima laporan dari Puskesmas. Diare ini memang setiap tahunnya menjadi salah satu penyakit dengan angka kejadian tinggi,” tambah Ruslian.
Dari keseluruhan data, tiga daerah tercatat sebagai penyumbang kasus diare terbanyak. Kota Bengkulu menduduki peringkat pertama dengan 557 kasus, disusul Kabupaten Rejang Lebong dengan 552 kasus, dan Kabupaten Mukomuko dengan 382 kasus. “Penyebarannya memang merata, tetapi konsentrasi kasus terbesar ada di tiga daerah tersebut. Ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah setempat,” kata Ruslian.
Adapun Kabupaten Bengkulu Utara melaporkan 347 kasus, Kabupaten Seluma 255 kasus, Kabupaten Lebong 246 kasus, dan Kabupaten Kepahiang 202 kasus. Tiga kabupaten dengan kasus paling sedikit adalah Bengkulu Tengah (133 kasus), Kaur (94 kasus), dan Bengkulu Selatan (76 kasus).
Menurut Ruslian, penyebab utama merebaknya penyakit diare di Bengkulu tidak lepas dari persoalan sanitasi yang belum memadai. Banyak permukiman warga yang masih minim akses air bersih, MCK yang layak, dan pengelolaan limbah rumah tangga yang belum tertib. “Sanitasi yang buruk adalah pintu masuk utama berbagai penyakit, dan diare adalah yang paling sering muncul. Masyarakat perlu kembali membudayakan hidup bersih,” tegasnya.
Ia mencontohkan, masih banyak warga yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa pengolahan yang cukup, atau membuang sampah dan limbah ke saluran terbuka.
Dinkes Bengkulu mengimbau agar seluruh pemangku kepentingan di tingkat desa hingga kecamatan dapat menggencarkan kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan secara berkala. “Kami mendorong setiap wilayah untuk mengadakan kerja bakti minimal seminggu sekali. Bersih-bersih selokan, penertiban tempat sampah, serta penyuluhan hidup sehat itu sangat penting,” tutur Ruslian.
Ia juga berharap pemerintah kabupaten dan kota turut memperkuat edukasi kesehatan lingkungan melalui kader Posyandu, penyuluh kesehatan, serta program-program terpadu lainnya di tingkat RT dan RW. Dinas Kesehatan juga telah menginstruksikan seluruh Puskesmas untuk menyediakan fasilitas rehidrasi oral dan mempercepat penanganan pasien diare, terutama pada balita dan lansia yang rawan mengalami dehidrasi berat.